Latest News

sábado, 5 de fevereiro de 2011

Sejarah Kecamatan Barusjahe



Sejarah Kecamatan Barusjahe

Berdasarkan buku "Barus Mergana", buku "Sejarah Simbelang Pinggel", buku "Sejarah dan Kebudayaan Karo", maupun hasil wawancara dengan beberapa sesepuh Barus, Tarigan dan Ginting sebagai "Anak Beru Tua" maka nenek moyang merga Barus berasal dari "Barus", suatu tempat yang letaknya di Kabupaten Tapanuli Tengah berbatasan dengan Aceh Selatan ditepi Pantai Samudera Indonesia.

Menurut ceritanya, disebabkan satu dan lain hal, Nenek Moyang Marga Barus meninggalkan kampung halamannya dan mengembara dengan berjalan kaki melalui hutan belukar, mendaki gunung, menuruni lembah dan menyeberangi sungai hingga akhirnya sampai di suatu desa yang disebut "Kuta Usang" di sekitar Kabupaten Dairi. Mereka bermohon kepada Penghulu/Penguasa setempat supaya diizinkan tinggal beberapa hari sebelum meneruskan pengembaraannya. Karena pintar bergaul dengan masyarakat maka penghulu dan penduduk Kuta Usang sangat menyenangi Merga Barus. Disebabkan satu dan lain hal maka Merga Barus meneruskan petualangannya menurut kehendak hatinya. Setelah berjalan beberapa hari tibalah Merga Barus di Kampung Ajinembah, kampungnya Merga Ginting Munte Kabupaten Karo.

Di kampung Ajinembah Merga Barus juga disenangi Penghulu, maupun masyarakat sehingga akhirnya Merga Barus diangkat menjadi Kalimbubu Penghulu Ajinembah Merga Ginting Munte. Dari kampung ini, petualangan diteruskan hingga sampai di kaki Gunung/Deleng Barus (Kabupaten Karo) yang disebut "Belagen". Disinilah pertama sekali Merga Barus mendirikan gubuknya. Suatu malam Merga Barus bermimpi agar ia segera pindah ke "Jahen" dari Belagen sebelah hilir, karena di sanalah tempat yang serasi serta mendatangkan rezeki. Akhirnya Merga Barus pindah ke Jahen Belagen.

Untuk menentukan nama apakah yang cocok bagi tempat yang baru ini maka teringatlah Marga Barus nama asal tempat tinggalnya sebelum merantau yaitu "Barus"
dan supaya tempatnya yang lama (Belagen) dengan tempatnya baru itu ada sangkut pautnya dan dirasakannya tempat yang baru ini di sebelah hilir letaknya, maka
Merga Barus menamakan tempat itu "Barusjahen". Ucapan Barusjahen akhirnya terbiasa diucapkan dengan Barusjahe sehingga berubah namanya menjadi Barusjahe yang berkembang menjadi Kerajaan yang dipimpin oleh seorang Raja disebut Sibayak Barusjahe. Kekuasaanya meliputi "Urung Si Enemkuta" yang diperintah oleh
Raja Urung Merga Karo Karo Sitepu dan "Urung Si Pitukuta" yang dipimpin Raja Urung Merga Barus.

Tempat yang baru dan berkembang menjadi kerajaan dan seterusnya menjadi tempat kedudukan dari kepala Swa Praja, Asisten Wedana, Wedana dan Camat sampai sekarang. Merga Barus di tempat yang baru ini memperoleh dua orang anak laki-laki,
a. Anak yang sulung (Sintua) tinggal tetap di Kampung Barusjahe, mendapat lima orang putra yang namanya di berikan sesuai kesukaan (hobby) yang diperlihatkan putra-putranya yaitu :
1. Si Jambur Lige
2. Si Gedang
3. Si Beras
4. Si Barus Pinto
5. Si Niring
Masing-masing anak mendirikan Rumah Adat yang penghuninya lambat laun bertambah. Akibat pertambahan penghuni ini maka didirikan Rumah Adat baru sehingga terbentuk satu komplek Rumah Adat (Kesain) seperti nama tersebut di atas. Dari itu pula terjadi sub-sub Merga Barus seperti nama tersebut di atas.

b. Anak yang bungsu (Singuda) satu dari anggota tubuhnya tidak normal yaitu daun telinganya luar biasa lebarnya, oleh karena itu dinamai "Simbelang Pinggel" yang mana telinganya tersebut dapat menyelimuti seluruh tubuhnya. Simbelang Pinggel pergi bertualang ke arah pesisir karena tertarik oleh kabar tentang harimau putih dan anugrah yang dijanjikan Raja/Sultan di daerah itu bila seseorang dapat membunuh harimau putih tersebut. Harimau putih mengganas di Kerajaan Pesisir sejak beberapa waktu lamanya dan belum ada orang yang sanggup membunuhnya. Daerah yang dulunya aman, makmur dan berpenduduk banyak, beralih menjadi daerah tidak aman sehingga ditinggalkan oleh penduduknya. Barus "Simbelang Pinggel" berhasil membunuh harimau putih dan sesuai janji Raja Pesisir maka mengawinkan putrinya dengan si Barus. Karena perkawinannya itu maka si Barus tidak lagi kembali ke Kampung Barusjahe, tetapi menjadi raja di suatu daerah yang semua penduduknya suku Karo di luar daerah pesisir. Kecamatan Barusjahe salah satu wilayah pemerintahan telah ada sebelum terjadinya Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang disebut dengan istilah "Kerajaan Barusjahe".

Sebelum pemerintahan Belanda berkuasa di Tanah Karo, kerajaan ini mempunyai kepala pemerintahan sendiri (FZELF Bestuurder) artinya kepala pemerintahan kerajaan selain sebagai Kepala Pemerintahan juga sebagai Kepala Adat dan Ketua Kerapaten (Pengadilan) yang paling tinggi di kerajaan ini. Pada zaman pemerintahan Jepang, Kerajaan Sibayak Barusjahe pernah mendapat penghargaan sebagai Pemerintahan Kerajaan Terbaik di Sumatera Timur. Setelah proklamasi kemerdekaan RI, kekuasaan raja telah dibatasi (Non aktif) demikian juga pemerintahan Kerajaan Barusjahe yang terakhir dipimpin oleh Sibayak Mandor Barus, putra dari Paraja Mantas Barus yang makamnya terletak di seberang jalan Kantor Camat Barusjahe. Sebagai daerah bekas kerajaan, maka di sekitar kesain Desa Barusjahe bertebaran makam para Raja (Sibayak) tersebut dan sampai sekarang masih dirawat rapi oleh anak keturunannya dan sering dikunjungi oleh wisatawan mancanegara.

Desa ini juga termasuk salah satu dari 5 desa sibayak yang ada di Kabupaten Karo. Perintis/pendiri awal Desa Barusjahe adalah Merga Barus. Dulunya warga Desa Barusjahe tinggal di rumah-rumah adat yang memiliki kamar 8 sampai dengan 12. Pada tahun 1926 jumlah rumah adat sebanyak 26 buah. Jumlahnya turun drastis pada saat penyerbuan penjajah Belanda pada tahun 1949. Kegiatan generasi muda bangsa untuk terlibat dalam pembangunan nasional merupakan keinginan yang ingin diwujudkan oleh Karang Taruna Desa Barusjahe. Karang Taruna Desa Barusjahe pada saat ini dipimpin oleh Mail Barus. Di bawah kepemimpinannya yang solid citra positif karang taruna telah terangkat.

Kecamatan Barusjahe beribukotakan Desa Barusjahe. Kecamatan Barusjahe menaungi 20 desa, yaitu ;
  1. Barusjahe,
  2. Tigajumpa,
  3. Sukajulu,
  4. Paribun,
  5. Serdang,
  6. Penampen,
  7. Gurisen,
  8. Siberteng,
  9. Tanjung Barus,
  10. Barusjulu,
  11. Rumahrih,
  12. Ujung Bandar,
  13. Sukanalu,
  14. Rumamis,
  15. Sinaman,
  16. Bulanjahe,
  17. Bulanjulu,
  18. Semangat,
  19. Talimbaru, dan
  20. Tangkidik.
Kepala pemerintahan wilayah Kecamatan Barusjahe dari waktu ke waktu ;
1. Radu Barus ( 1902 - 1930 )
2. Sibayak Parajamantas ( 1930 - 1930 )
3. Raja Nggarang Barus ( 1939 - 1945 )
4. Sibayak Mandor Barus ( 1945 - 1947 )
5. Raja Kumi Barus ( 1947 - 1948 )
6. Matang Sitepu ( 1948 - 1950 )
7. Dakut Sitepu ( 1950 - 1953 )
8. Babo Sitepu ( 1953 - 1958 )
9. Merih Sinulingga ( 1953 - 1960 )
10. Pudun Sitepu ( 1960 - 1962 )
11. Aladin Jasan Lubis ( 1962 - 1964 )
12. Ngaloi Keliat ( 1964 - 1966 )
13. Gugungen Bangun ( 1966 - 1969 )
14. Relek Tarigan, BA ( 1969 - 1974 )
15. Saman Sembiring ( 1974 - 1975 )
16. Ngadep Tarigan, BA ( 1975 - 1979 )
17. Gading Surbakti, BA ( 1979 - 1981 )
18. Nunggu Tarigan ( 1981 - 1985 )
19. Drs. Malem Pagi Sitepu ( 1985 - 1989 )
20. Drs. Rochman Refaya Barus ( 1989 s/d 12-3-1991 )
21. Drs. Swingli Sitepu ( 12-3-1991 s/d 31-10-1995 )
22. Surya Perangin Angin, SH ( 31-10-1995 s/d 23-4-1998 )
23. Drs. Sinarta Jaya Sembiring ( 23-4-1998 s/d - 08-2001 )
24. Drs. Kampung Sitepu ( 08-2001 s/d 30-09-2005 )
25. Drs. Mangat Ginting ( 30-09-2005 s/d 2005 )
26. Drs. Iskandar Z Tarigan, Msi ( 2005 � 2009 )
27. Caprilus Barus, S.Sos ( 2009 - Sekarang )

Nenhum comentário:

Postar um comentário

Recent Post