Latest News

segunda-feira, 8 de novembro de 2010

Gendang Adat Nuruken Simate



Gendang Adat Nuruken Simate

Gendang Adat Nuruken Simate (Gendang Penguburan), sebagian mayat dikuburkan diadakan pesta adat penguburan dan setelah mayat dibawa dari rumah ke kesain, terlebih dahulu keluarga dekat dan anak rumah membuat sirang-sirang yakni kuku kaki dan tangan dikikis dipasang pada daun sirih dan dimasukan kedalam peti mati.

Dilanjutkan dengan Erpangir bas pas-pasen (halaman teras rumah) bagi si janda atau duda yang ditinggal mati dilangir dengan lau penguras (air jeruk purut, jera) dan tentu saja dengan mantra-mantra tertentu.

Kemudian acara dilanjutkan dengan tek-tek ketang, dimana diambil sebilah rotan ditaruh bantalan kayu dan dipotong dengan pisau (parang/sekin) sekali tetak dengan tangan kiri.
Menurut kepercayaan bilamana dengan sekali tetak rotan tidak putus maka janda atau duda yang ditinggal mati tak lama lagi akan menyusul yang mati alias meninggal dunia pula.

Acara kemudian dilanjutkan dengan Gendang Jumpa Teroh, tapi bagi sebagian daerah hal ini tidak ada.
Kemudian acara dilanjutkan dengan upacara Gendang Nangketken Ose.

Menurut adat Karo, pertama kalinya gendang dilaksanakan tanpa diikuti penari-penari (gendang dibuang sekali).
Gendang ini adalah acara bagi roh-roh leluhur yang sudah meninggal dunia, tapi sekarang gendang ini disebut Gendang Pesikapen (bersiap-siap).

Source Code

Perumah Begu



Perumah Begu ( Memanggi Roh Yg Sudah Meninggal)

Setelah selesai acara penguburan, pada malam harinya roh yang meninggal tersebut dipanggil melalui Guru Sibaso
(dukun yang lehernya bisa mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu dan bisa ditafsirkan oleh dukun tersebut).
Acara ini dilakukan setelah makan malam, dan acara tersebut diiringi oleh musik (gendang).

Acaranya dimulai dengan tabuhan gendang perang sebanyak empat kali berturut-turut sebagai berikut :

  1. Gendang perang pertama dibuang (tidak ada yang menari) dahulu di peruntukan bagi roh-roh leluhur yang telah meninggal dunia terlebih dahulu, tetapi sekarang disebut sebagai Gendang Persikapken (siap-siap).
  2. Gendang perang kedua menari sukut, sembuyak, senina.
  3. Gendang perang ketiga menari kalimbubu, puang kalimbubu.
  4. Gendang perang keempat menari anak beru dan anak beru mentri.
Selesai Gendang perang empat kali tersebut, maka menari Guru Sibaso agar ia kesurupan roh dari yang telah meninggal dunia tersebut dan juga roh-roh keluarga yang telah meninggal dunia terlebih dahulu.

Biasanya melalui guru (dukun) tersebut roh yang baru meninggal tersebut ataupun roh para keluarga yang telah meninggal dunia terlebih dahulu dimaksud akan berbicara melalui guru/dukun tersebut.
Sang guru akan berbicara tentang kesan dan pesan keluarga yang baru ditinggalkan dan biasanya tentang peristiwa-peristiwa masa lalu yang berkesan dan kemudian memberi pesan-pesan tertentu kepada keluarga yang ditinggalkan.

Upacara-upacara yang seperti ini dan biasanya sang Guru Sibaso tersebut sebelum acara dimulai melakukan sejumlah penyelidikan kepada keluarga yang baru meninggal tersebut. Hal-hal terutama yang diselidiki adalah kebiasaan-kebiasaan si meninggal dan keluarga dekatnya, sifat-sifatnya dan segala hal ihwal dari keluarga tersebut.

Dan ketika roh-roh yang dipanggil tersebut sudah datang, dan berbicara melalui Guru Sibaso dimaksud maka segala apa yang telah diselidiki terlebih dahulu itu keluar dari mulut Guru Sibaso tersebut yang seolah-olah roh si matilah yang berbicara.

Source : silima-merga.blog

terça-feira, 2 de novembro de 2010

Njujungi Beras Piher

Njujungi Beras Piher adalah suatu upacara yang dilakukan bagi seseorang sebagai ucapan syukur dan berkat untuk keselamatan karena seseorang tersebut telah berhasil dalam menjalankan tugas atau misi tertentu,
atau luput dari kecelakan atau marabahaya, sembuh dari penyakit parah, terkabul cita-citanya dan lain sebagainya.
Adapun peralatan-peralatan yang dipergunakan dalam acara tersebut adalah:
  1. Beras Page Situnggong, yang bermakna untuk keharmonisan, keseimbangan dan kejujuran
  2. Lada (merica), melambangkan ersada kata (persatuan)
  3. Garam (sira), melambangkan kewibawaan (masin kata)
  4. Uis Arinteneng, melambangkan ketentraman (teneng tendi i rumah)
  5. Tumba Rempu Kuling-Kuling, melambangkan Sangkep Enggeloh (hidup sempurna)
  6. Telur Ayam, melambangkan pengaruh
  7. Belo Bujur (sirih), melambangkan persembahan kepada Yang Maha Esa

Erpanger ku Lau

Kata �panger� berarti �langir� karena itu �erpanger� artinya adalah �berlangir�.
Namun pengertian erpanger dalam kepercayaan tradisional Karo bersifat religius (sakral).
Upacara erpanger dapat dilakukan sendiri dan dalam keadaan tertentu dibantu oleh guru (paranormal atau dukun).

Guro-Guro Aron


Guro-Guro Aron

Guro-guro Aron adalah arena muda-mudi Karo untuk saling kenal dan sebagai lembaga untuk mendidik anak muda-mudi mengenal adat.
Dahulu acara ini dibuat sebagai salah satu alat untuk membudayakan seni tari Karo agar dikenal dan disenangi oleh muda-mudi dalam rangka pelestariannya.

Acara ini dilengkapi dengan alat-alat musik khas Karo yakni:
Sarune, gendang (singindungi dan singanaki), juga dari penganak.
Namun sangat disayangkan saat ini musik Karo ini mulai terdesak oleh alat musik keyboard.
Bukan hanya pada Guro-Guro Aron saja wabah musik keyboard ini melanda tapi sudah merambah pada pesta-pesta adat perkawinan.
Sepertinya pada setiap pesta perkawinan pun tanpa adanya musik keyboard tersebut pesta tersebut terasa hambar.

Source : silima-merga.blog

Recent Post